Pages

Wednesday 13 April 2011

Travelling ke Japanese Garden


Rasa suntuk akhir akhir ini membuat minatku untuk jalan-jalan guna melepas penat membuncah. Masih tak tahu harus pergi kemana dan bersama siapa hingga senin malam Fenti menelponku untuk makan malam di Basmalah. Dan disana Agus mengajak kita untuk travelling. Sebelumnya aku memang pernah berjanji mengajak mereka ke Hadiqoh Yaban (Japanese Garden atau taman bernuansa Jepang di Kairo).

Akhirnya, selasa 12 April 2011 kami berempat (aku, Agus, Fenti, dan Jhonaidi) berangkat ke Hadiqoh Yaban di Helwan. Sebelumnya aku sempat ragu, karena belum sekalipun aku kesana, bahkan tanah Helwanpun belum barang sekali kutapak. Namun sepertinya kami memang harus pergi, Agus bilang Fenti sedang butuh hiburan. Dia tampak bête berat belakangan, kebetulan akupun sama. Ok, let’s go.

Naik metro alias kereta api, kami sempat salah turun di stasiun Hadayek Helwan, aku kira tamannya di sekitar stasiun itu. Cz namanya aja Hadayek yang artinya taman taman. Logikakupun memahami bahwa sang taman bertempat tinggal tak jauh dari situ. Dan ternyata kesimpulan tanpa premis penguat bernama pengalaman itu salah. Masih 3-4 stasiun lagi boy.

Akhirnya kembali masuk kereta dan turun di stasiun paling ujung, Mahathah Helwan. Berpose sejenak di depan stasiun. Kamipun merasa menjadi turis ketika melangkah keluar stasiun. Maklumlah, di kawasan ini masih jarang orang asing. Wajar jika mereka takjub menyaksikan manusia-manusia yang tak sejenis dengan mereka, haha. Yang berambut lurus, berkuliat sawo matang, dan berpostur lebih kecil

“Inta Shini wala Yabani?” (kamu orang china atau jepang)

Pertanyaan klasik bagi orang asia seperti kami. Mereka pasti mengira kita adalah anak cucu bangsa ras kuning. Padahal kulit kami (kulitku khususnya yang jauh dari warna cerah, haha) tak terlalu terang dan mata kami tak terlalu sipit. Namun mereka memang kesulitan membedakan orang orang asia timur.

Tak jarang pula anak anak kecil memandangi kami dengan raut muka heran, atau sekelompok anak anak yang berteriak mengelilingi kami dengan berteriak:

“Shini, Shini!” (Orang china, orang china)

Ya, walaupun hipotesa mereka salah, namun kami bahagia karena sudah berjasa membuat mereka riang dan girang. Serta sedikit bangga karena diperlakukan bak artis, haha. Risih juga sih kadang karena tak bisa bergerak bebas. Rupanya begini rasanya jadi artis, haha.

Akhirnya sampai juga kami di taman bercita rasa jepang. Haha, aku selalu tergelitik mengingat kalimat taman bercita rasa jepang. Belum lama ini Azmi, teman sekamarku menjelaskan kepadaku dengan antusiasme yang luar biasa.

“ Woi, denger deh! Ada taman bercita rasa jepang di Helwan. Sepertinya menarik.” (redaksi gubahan) Sumpah mimiknya benar benar antusias, dan itu menjadi sesuatu yang lucu karena seorang senior kami kemudian menimpali.

“ Ah, hadiqoh yaban itu.” Dan

Grrrhhh, kamipun tertawa. Semuanya sudah tahu jika di Helwan ada hadiqoh meski belum semuanya kesana. Tapi kalimat taman bercita rasa jepang seolah mengabarkan sebuah taman nan indah lagi megah dengan semua hal berbau jepang disana. Padahal hadiqoh ya gitu gitu aja. Terkadang, tulisan mampu membuat sesuatu menjadi jauh lebih mempesona.

Kembali ke taman, lumayan. Banyak hal berbeda yang kita temukan disana yang tak ada di hadiqoh lain. Kolam kecil dengan kapal kapalan diatasnya, patung Budha, bangunan tempat berteduh dengan atap khas asia, bunga-bunga yang juga unik jenisnya dibandingkan kebanyakan bunga di Kairo, dan banyak lagi. Akhirnya aku mengerti mengapa taman ini dinamakan Hadiqoh Yaban, dan mengapa penulis buku Tour Guide yang dibaca Azmi menulisnya sebagai taman bercita rasa jepang. Memang terasa berbeda.

Kami berempat menghabiskan waktu disana hingga sore menyapa. Dan perjalanan dilanjutkan ke China. Ya, kami mampir ke Buuts untuk santap siang di sore hari di warung makan China. Pokoknya, hari itu benar benar suasana asia. Mungkin asian day adalah tema yang tepat, haha.

Saturday 19 March 2011

Euforia Malam Purnama


Sore tadi aku tak pernah menyangka malam ini akan begitu indah. Saat kubuka sahabat setiaku si della, page home facebook langsung menyapa seperti biasa. Beberapa post nampak menyela perhatianku. Orang-orang banyak membahas purnama. Oh, ternyata malam ini purnama terbesar dalam 18 tahun.
Ternyata ada satu kasus dimana astronomi dan astrologi tak sepakat soal purnama yang terletak di perigee (titik terdekat bulan dengan bumi) ini. Astrologi meramalkan kondisi “extreme super moon” ini akan berakibat bencana. Namun astronomi membantahnya.
Ah, apa peduliku dengan tetek bengek ilmiah diatas. Rembulan malam ini layaknya di malam malam lainnya. Tadi kusempat melongok keluar jendela, sekedar membuktikan ramalan orang. Ternyata sama saja, tak ada yang berbeda dengan rembulan. Masih bisu tanpa kata.
Kau tahu kawan, apa yang berbeda malam ini. Hanya sebuah kata. Sering kudengar dari ibu dulu. Ketika ibu membangunkanku dari tidur dengan lantunan lagu ciptaannya. Atau ketika ibu selesai mencukur rambutku. Kau tahu kata itu, ganteng.
Malam ini kata itu terasa lebih indah, karena kukembali mendengarnya setelah sekian lama tak mendengarnya. Aku hampir lupa mungkin makna kata itu jika tak mendengarnya malam ini. Karenanya, sebagai ucapan terimakasihku, boleh ya aku berkata: terimakasih cantik!.

Monday 14 February 2011

Karena Aku Rajawali


Maaf jika mataku culas,
Aku hanya ingin melihat lebih jelas,
Agar tak ada kepalsuan terbias,
Hanya sebuah analisis.

Maaf jika aku menengadah congak,
Aku hanya ingin kepalaku tegak
Agar aku sedikit bijak,
Meski aku tak pernah tahu apa yang terjadi kelak.

Maaf jika aku hanya terdiam,
Aku hanya mencoba tuk merekam,
Baik buruk rahasia alam,
Kemudian mencoba paham.

Maaf jika aku terbang sendiri,
Rahasia hidupku haruslah tertutup rapi,
Dan sayapku harus terus mengepak lebih tinggi,
Dalam hangatnya sinar mentari

Maaf atas ketidaksempurnaan pribadi,
Karena aku Rajawali

Sunday 13 February 2011

Siapa


Semerbak pagi menyengat hidung
Pesona bunga dengan ronanya mengepung
Ini masih pagi,
Matahari pun belum kokoh berdiri,

Lihatlah taman di sore hari,
Ongokan layu si anggun mawar,
Juga sayunya putih melati,
Semua terkulai karena sengat sang sinar

Ini tentang hidup,
Dan apa yang terakibatkan,
Janganlah picik membuatmu takjub,
Euforia sesaat yang menyesatkan,

Dirimu selalu punya berjuta alasan,
Untuk nanti bertanya,
Siapa?