Pages

Friday 11 May 2012

Mencintai Bayangan

Bahkan saat pertama kali bertatap, kita sudah tersentak dengan adanya "aku" lain di alam nyata. Anehnya, "aku" yang satu ini berbeda bentuk, walaupun sangat similar. Dan sejak saat itu, kita bersusah payah mengelak adanya sosok yang 90% refleksi diri kita, meski dalam bungkus yang lain versi. Kita saling menahan diri untuk tidak mengungkapkan kekaguman secara gamblang, serta lucunya saling menertawai kekurangan yang sebenarnya adalah nilai minus pribadi kita sendiri. “Eh Son, coba kamu gemukan dikit ya…” (dengan sisa kalimat yang tertahan di ujung lidah, mungkin lidahnya tiba-tiba kelu) Kata kamu untukku, aku hanya bisa tersenyum sambil mbatin, “Oh Tuhan, harus makan berapa banyak lagi supaya gemuk.” Hahaha… Akupun pernah berujar, “Dasar item!” dan kamupun hanya tertawa. Tahu nggak, waktu aku ngomong begitu keningku mengernyit, dan mataku menyipit sedikit melihat kulitku, hahaha. Tapi, perjalanan kita selanjutnya bukan di sirkuit yang hanya tinggal mengatur gigi persneling dan speed, sedikit fokus pada pedal rem saat belokan, lalu meluncur nyaman hingga garis finis. Kisah kita adalah petualangan di jalan raya, kita terpisah karena lampu merah, semakin berjarak ketika kau mengambil belokan kiri sementara aku pecah ban, dan aku sepertinya tak mungkin lagi berjalan beriringan karena mobil-mobil mewah telah mengerubungimu. Haha, mungkin kita terlalu logis bahkan untuk sisi manusia yang sulit dijabarkan oleh teori, perasaan. Tetapi, ada kalanya kita harus mengaku kalah pada takdir yang berkata “kita ditakdirkan bersama”. Terlepas dari pelbagai perbedaan yang kita sepakati secara tidak resmi menjadi tembok pemisah antara kita, ada kenyataan yang lebih sederhana bahwa ternyata kita begitu identic. Bahkan dari hal yang paling sepele, sesuatu yang tak dianggap oleh Sharkespearse, “apalah arti sebuah…” Ya, nama. Dan, mungkin ini jalan pembuka takdir, kita selalu menjadi saksi atas ketegaran yang lainnya dalam menghadapi kekejaman cinta. Serta perlahan-lahan mulai mafhum bahwa “dirimu” adalah orang yang mengagumkan dengan ketegaran menghadapi semua problema itu. Pada akhirnya, kita tidak bisa menolak kenyataan bahwa “kamu” adalah orang yang pantas “untukku”. Tidak sempurna memang, tapi sepertinya kebersamaan kita adalah sebuah keniscayaan. Loving the reflection of me, it is you.

0 komentar:

Post a Comment